Ini bukan berniat mendiskreditkan Seniman! Karena mau
nggak mau (susah untuk memungkiri atau lari dari kenyataan ini...) saya juga sudah terlanjur dicap sebagai salah satu seniman, walau masih
newbie dan belum menyumbang karya yang signifikan pada dunia ke"seniman"an ini. Tapi saya tetap bangga kok mengaku jadi seniman, bila berada di waktu, tempat, dan ketemu orang yang tepat...hehe...
Begini ceritanya, hari Selasa (5/1) tengah malam, saya dibangunkan oleh telepon dari
mas Encix (seniman senior yang entah anda tau atau
ngga...) yang meminta bantuan saya untuk terlibat dalam suatu rangkaian acara Biennale keesokan harinya. Dadakan memang, dan seperti biasanya ketika kami ngobrol, jarang-jarang terumuskan hal serius dan terstruktur, pasti lebih banyak
gojeknya, tapi dari percakapan singkat itu sudah dapat saya bayangkan bagaimana teknis acara keesokan hari tersebut, karena telah keluar beberapa kata kunci "
tulung...guyub...demi komunitas...acarane nyante kok...sesuk tak kabari meneh...". Bagi anda yang hobi bersosialita dengan kalangan seniman, atau paling
ngga anda punya teman dengan spesifikasi
gapyak, humoris,
nyentrik, dan temannya banyak banget, pasti anda juga sudah bisa menggambarkan maksud perkataan si mas Encix tadi.
Saya datang ke venue yang sudah dijanjikan tepat jam 13.35, karena "briefing" via phone semalam katanya saya mulai nyanyi jam 14.00. Apa yang terjadi...setelah berkeliling stasiun Tugu Jogja, tak satupun ketemu sebuah tempat yang mirip dengan panggung, ataupun orang yang mirip panitia. Saat hampir putus asa, nampaklah seseorang (kalo yang ini, tanpa perlu menginvestigasinya, anda pasti langsung yakin kalo dia seniman) gimbal, celana pendek sobek, dan bingung....dialah mas Samuel "gimbal", saya mendatanginya hendak bertanya, tapi sebelum sempat mulut ini berujar, dengan tersenyum santai dia berceloteh "
sik ya, tak golekne panggon sing pas dinggo gawe panggung"......Tidak boleh marah! Itulah aturan tak tertulis dalam komunitas yang "luar biasa" ini. Kebetulan juga Pram dan Joko Prancis sudah datang saat itu, karena "orderan" semalem adalah : main dengan mengajak teman-teman Jasmine yang "bersedia" datang.
Jam 14.20, mas Encik
nelpon, "
le, acarane sido lho,mengko jam-jam 4an". "
Jam loro lhooooo....." itulah jawabku, tentunya disambut suaranya terkekeh puas dan bahagia di speaker hanphone. 15 menit berikutnya, saya memutuskan untuk cabut dulu dari stasiun, untuk
nyicil kegiatan lain. lha kok di jalan keluar stasiun papasan dengan
pick up bermuatan sound system yang dikendarai orang gondrong dan lumayan
lethek juga, tapi
sumringah. Hmmm soundnya aja baru dateng...., saya mengestimasi waktu 2 jam sampai panggung dan sound benar-benar
ready set.
Jam 16.30 saya datang lagi (saya pikir saya sudah telat), saat itu suasana di halaman sekitaran peron stasiun Tugu meriah banget. Bayangkan sejenak bila kampus
ISI Sewon +
Prawirotaman +
Sosorowijayan +
Taman Budaya Yogyakarta +
stasiun Tugu, direlokasi menjadi satu tempat saja. Begitulah kira-kira keadaannya ketika stasiun tugu penuh dengan kumpulan seniman, bule, kanvas (plus pelukisnya), orang nongkrong, wartawan, dan beberapa polisi. Tentunya para pelancong yang baru saja turun dari kereta, pasti
shock dengan suasana tempat saat mereka menginjakkan kaki pertama di bumi Jogja. Para penumpang kereta yang "takjub" itu menambah "kemeriahan" tempat itu. Saya sempat bercakap-cakap dengan salah seorang teman pelukis di situ, tentang 'apa yang ada dipikiran para penumpang yang turun dari kereta ketika mereka menyaksikan ulah kita'...yang menyambut kedatangan mereka dengan menegaskan jargon "Jogja Kota Seniman".
Jam 17.00 WIB, mendung, dan panggung (baru saja) siap.
Hehe...harus ada pemakluman dan jiwa legawa dengan acara seperti ini. Saya sudah bersiap-siap
ngejamm nyanyi, hari itu rencananya saya berkolaborasi dengan mas Encix n friends +
Jasmine, tapi yang namannya tempat beranjangsana para seniman, akhirnya banyak juga personel musik yang bergabung dan menggilir microphone, sekalipun MC (yang juga giliran) sudah mempresent susunan penampilnya. Saya pun baru naik panggung jam 17.30 (dari "rundown usil" jam 14.00) dan dapat jatah sekitar 5 lagu.
Di tengah suara hilir mudik kereta (bisa bayangkan kan gimana berisiknya?) dan nada intro dari pusat informasi untuk kedatangan/keberangkatan kereta yang sangat khas dan sama di stasiun manapun di Indonesia, event itu akhirnya (jadi) dilangsungkan. Tapi jujur, suasana seperti ini yang saya suka, design venue (dan tentunya design "suasana") yang sangat-sangat-sangat...dan sangat artistik. Bayangkan, panggung kecil tempat saya nyanyi, dikelilingi puluhan kanvas dan pelukis
plus modelnya --bapak walikota Jogja dan TNI juga menjadi modelnya--, trus dibelakang susunan lukisan tersebut, ada background puluhan penonton, hiruk pikuk orang-orang di stasiun, dan (jangan lupa) lagi-lagi suara kereta lewat yang selalu menelan suara saya ketika nyanyi. Itu untuk
layout-nya, untuk aura ataupun suasana yang tercipta, huuuuf...eksotik, ceria, sumringah,
guyon abisssss, pokoknya saya selalu suka jika berkumpul dengan seniman-seniman ini.
Akhirnya adzan Maghrib menghentikan semua kegiatan kita, harus segera pulang, karena malamnya ada jadwal reguler
Jasmine. Padahal masih pingin ngobrol dan gojek bersama mereka...manusia-manusia yang mengabdi tulus pada seni, dan pada senyuman....
Orang-orang yang selalu tersenyum itu (bukan berarti gila, tapi ada juga yang memang
bener-bener gila), saya bangga telah dilibatkan dalam kegiatan komunitas itu, walaupun :
1. Jam tangan seniman dan jam manusia umum itu kadang nggak sama.
2. Harus legawa dan pandak jika bercanda dengan mereka, jangan gampang kagol atau marah kalo digarapin...(meski anda harus datang 2 jam sebelum acara dimulai karena dikerjain).
3. Jika pingin menjalin hubungan dengan seniman, jangan pernah men-silent apalagi mematikan hp anda saat tidur, karena kadang jam 2 malam pun anda akan di telepon(yang seringkali
cuman ngajak gojek).